TAHLIL DALAM
ISLAM
Makalah
Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
Reza Hafiz
NIM : 2012050225
Dosen
Pembimbing :
Bapak. San
Ridwan Maulana, S.Si, S.Pdi, MM
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
PAMULANG
TANGGERANG
SELATAN
2012
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah, kami haturkan ke hadirat
Allah SWT, yang telah memberi taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah menunjukkan kita jalan yang lurus (Agama Islam) yang diridhai
Allah SWT, sehingga penulisan makalah yang berjudul “ Tahlil Dalam Islam ” ini
dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu
tugas yang diberikan pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Makalah
yang ditulis dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan ini, tentu tidak
luput dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena ituselalu terbuka
bagi adanya kritik dan saran serta penyempurnaan. Namun demikian penulis akan
terus mencoba dan berusaha agar pada waktu yang akan datang dapat lebih
menyempurnakan pengetahuan penulis di bidang ilmu agama.
Dalam
proses penyusunan makalah ini penulis banyak menerima bantuan perhatian dari
banyak pihak. Terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada mereka yang
tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT. Melimpahkan
berkat serta karunia-Nya kepada mereka sekalian. Amin.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta,
15 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.
A.
Latar Belakang Masalah.
B.
Identifikasi Masalah.
C.
Maksud Dan Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN.
A.
Pengertian Tahlil.
B.
Asal Usul
C.
Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat
Ulama Muhammadiyah.
D.
Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat
Ulama Nahdatul Ulama (NU)
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia
merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk yang lain. Hal
ini dikarenakan Allah memberikan akal kepada manusia, dengan akal tersebut
manusia dituntut untuk memikirkansegala sesuatu, baik yang berkaitan dengan
agama, sesuatu, hablum minannas maupun hablum minallah.
Setiap
yang bernyawa akan mengalami ajal atau kematian, ajal manusia sudah menjadi
ketentuan, bila sudah waktunya meninggal dunia,maka kita harus bersikap sabar
atas keluarga yang meninggal tersebut.Ketahuilah bahwa mayit disiksa karena
ratapan keluarganya. Dan bila seseorang sampai meneteskan air mata, bila
keluarganya meninggal dunia,maka hal tersebut sudah biasa sebagai rasa duka,
yang penting tidak sampai menangis ketrelaluan.
Bila
sudah satu dari keluarga (famili) kita meninggal, maka kita harus tetap
bertaqwa kepada-Nya dan bersikap sabar atas musibah tersebut dan kita berusaha
jangan sampai berputus asa, menggerutu dan bahkan sampai marah-marah, karena
semua itu kejadian yang pasti dan bila sudah waktunya maka tak seorangpun bisa
mengelaknya.
Maka
atas dasar tersebut di atas, kita dalam menghadapi orang dan keluarga atau
teman yang meninggal janganlah bersikap kurang baik melainkan kita harus
mendo’akan baik secara perorangan ataupun secara bersama-sama.
Untuk
mengetahui do’a dan bagaimana cara orang mendo’akan orang yang sudah meninggal,
maka penulis mencoba mengangkat masalah ini dalam bentuk makalah yang berjudul
“Tahlil Dalam Islam ”.
B. Identifikasi
Masalah
Dalam penulisan makalah
ini, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
a.
Do’a-do’a apakah yang sebaiknya
dibacakan untuk mendo’akan kepada mereka orang yang telah meninggal.
b.
Bagaimanakah cara yang baik orang
mendo’akan orang yang telah meninggal, baik secara perorangan maupun secara
bersama-sama atau dikenal dengan istilah tahlilan.
c.
Bagaimana hukumnya bila keluarga yang
meninggal dunia mengadakan acara tahlilan.
d.
Bagaimanakah Tahlil Menurut Para Ulama
di Negeri Ini.
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui do’a-do’a yang harus
dibacakan untuk orang yang meninggal dunia.
b.
Untuk mengetahui bagaimana proses penyampaian
do’a-do’a untuk orang yang telah meninggal.
c.
Untuk mengetahui bahwa acara tahlilan
bagaimanakah menurut hukum islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tahlil
Pengertian
tahlil secara umum, tahlil secara bahasa adalah ucapan “laaillaha illallah”
yang artinya tiada tuhan melainkan Allah, bacaan ini sering dilakukan seorang
muslim atau muslimah ketika selesai melaksanakan shalatfardhu, seperti shalat
isya, shubuh, dzuhur, ashar dan maghrib dan shalat-shalat sunnah yang sering
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.Bacaan tahlil sering dilanjutkan oleh
bacaan-bacaan yang lainnya yaitu bacaan tasbih,tahmid.
Pengertian
tahlil secara khusus adalah tahlilan yaitu do’a-do’a yang dipanjatkan secara
bersama-sama untuk mendo’akan orang yang sudah meninggal, hal ini tidak hanya
bacaan tahlil tetapi diikuti atau dilengkapi oleh bacaan yang dianjurkan oleh
para ulama yaitu bacaan Fatihah atau Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, Surat
Al-Falaq, Surat An-Nas, Ayat Kursi dan do’a-do’a yang lainnya.
B. Asal
Usul
Sebelum
Islam masuk ke Indonesia, telah ada berbagai kepercayaan yang di anut oleh
sebagian besar penduduk tanah air ini, di antara keyakinan – keyakinan yang
mendominasi saat itu adalah animisme dan dinamisme. Di antara mereka meyakini
bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan di sekitar rumah
selam tujuh hari, kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut dan
akan kembali pada hari ke empat puluh, hari keseratus dan hari keseribunya atau
mereka mereka meyakini bahwa arwah akan datang setiap tanggal dan bulan dimana
dia meninggal ia akan kembali ke tempat tersebut, dan keyakinan seperti ini
masih melekat kuat di hati kalangan awan di tanah air ini sampai hari ini.
Sehingga
masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan arwah tersebut dan membacakan
mantra-mantra sesuai keyakinan mereka. Setelah Islam mulai masuk di bawa oleh
para Ulama’ yang berdagang ke tanah air ini, mereka memandang bahwa ini adalah
suatu kebiasaan yang menyelisihi syari’at Islam, lalu mereka berusaha
menghapusnya dengan perlahan, dengan cara memasukkan bacaan – bacaan berupa
kalimat – kalimat thoyyibah sebagai pengganti mantra-mantra yang tidak
dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya mereka bisa berubah
sedikit demi sedikit dan mininggalkan acara tersebut menuju ajaran Islam yang
murni dan benar.
Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud,
dan acara pembacaan kalimat-kalimat thoyibah ini sudah menggantikan bacaan
mantra-mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, para Ulama’ yang bertujuan
baik ini meninggal dunia, sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka
ini tidak mengetahui tujuan generasi awal yang telah mengadakan acara tersebut
dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan. Perkembangan selanjutnya
datanglah generasi setelah mereka dan demikian selanjutnya, kemudian pembacaan
kalimat-kalimat thoyibah ini mengalami banyak perubahan baik penambahan atau
pengurangan dari generasi ke generasi, sehingga kita jumpai acara tahlilan di
suatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain sampai hari ini.
C. Hakikat
Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Muhammadiyah
Para
ulama Muhammadiyah menganggap bahwa tahlilan yangdilakukan oleh umat islam
untuk mendo’akan orang yang telah meninggal adalah sesuatu yang bid’ah, karena
menurut mereka masalah tahlilan itu tidak ada dalil yang kuat yang dijelaskan
dalam Al-Quran, namun para ulamaMuhammadiyah tidak mengharamkan pelaksanaan
tahlilan tersebut.
Menurut
ulama Muhammadiyah bahwa seorang yang telah meninggal dunia maka segala sesuatu
yang berhubungan dengan manusia yang masih hidup adalah putus tidak ada kaitan
lagi, karena sudah terdapat perbedaan alam yaitu orang yang meninggal ada di
alam barjah, sedangkan orang yang belum meninggal ada di alam dunia.
D. Hakikat
Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Nahdatul Ulama (NU)
Kaum
muslimin Nahdatul Ulama (NU) mengakui bahwa tahlilan tidak ada dalil yang
menguatkan dalam Al-Quran maupun hadis, namun kenapa mereka masih melaksanakan
acara tahlilan tersebut karena kaum muslimin Nahdatul Ulama mempunyai pendapat
lain bahwa tahlilan dilaksanakan dikeluarga yang meninggal mempunyai
tujuan-tujuan tertentu di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Tahlilan
dilakukan untuk menyebar syiar islam, karena sebelum dilakukantahlilan seorang
imam melakukan ceramah keagamaan.
2. Isi
dari tahlilan adalah dzikir dan do’a dengan kata lain melaksanakan tahlilan
berarti mendo’akan kepada yang meninggal dunia.
3. Menghibur
keluarga yang ditinggalkan dengan kata lain, kaum muslimin yang berada di
sekitar rumah yang ditinggal, maka terjalinlah silaturahmi diantara umat islam.
Dari
uraian tersebut di atas, bahwa kaum muslimin Nahdatul Ulama (NU) walaupun tidak
ada dalil yang kuat di dalam Al-Quran dan hadis namun melakanakan acara
tahlilan dengan tujuan yang baik dan tidak menyimpang dari hadis-hadis lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap
makhluk yang hidup pasti akan mengalami kematian atau ajal, hal ini merupakan
satu ketentuan dari Allah SWT yang tidak bisa diubah lagi, adapun waktunya
adalah tidak ada yang mengetahui selain dari pada Allah SWT.
Salah
satu perbedaan yang menonjol tentang meninggalnya makhluk hidup adalah
meninggalnya manusia dibanding hewan dan tumbuhan. Meninggalnya manusia perlu
adanya proses dari proses dimandikan, dikafani, dishalatkan, dikuburkan yang
dilengkapi dengan do’a-do’a, di antaranya adalah do’a ketika ditimpa musibah
(bala) atau mendengar orang yang yang ditimpa musibah yaitu dengan membacakan
kalimat “Inna lillahi wa inna ilaiji raji’uun”, yang artinya : sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya
kita akan kembali kepada-Nya. Selain do’a tersebut sering juga
dibacakan do’a “Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihi wa
fuanhu” yang artinya : ya Allah ampunilah
dia, kasihanilah dia dan maafkanlah dia.
Penyampaian
do’a-do’a untuk orang yang meninggal ada yang dilakukan secara perorangan
ataupun sercara bersama-sama (tahlilan).
Acara
tahlilan menurut Muhammadiyah adalah tidak diwajibkan namun tidak diharamkan. Namun
menurut pandangan Nahdatul Ulama acara tahlilan disunatkan bagi kaum muslimin
yang ada di sekitar orang yang meninggal dunia untuk mendo’akan orang yang
meniggal.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, bahwa mendo’akan orang yang telah meninggal dunia
hukumnya adalah wajib atau keharusan bagi kaum muslimin yang ada di sekitar
rumah orang yang meninggal tersebut, baik pandangan menurut Muhammadiyah maupun pandangan Nahdatul Ulama.
B.
Saran
Adapun
saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut : janganlah perbedaan pendangan
dalam pelaksanaan tahlilan ini menjadi permusuhan dan menjadikan salah satu
pandangan yang paling benar, karena menurut penulis bahwa mendo’akan orang yang
telah meninggal baik secara perorangan maupun secara bersama-sama (tahlilan)
adalah kaum muslimin tersebut menunjukan akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
KH. Muhyidin Abdus Shomad, Tahlilan
dalam Perspektif Al Qur’an dan Assunnah, ( Jember: PP. Nurul Islam, 2005)
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih
Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih
Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad
Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir, ( Bandung: Sinar Baru Al Bensido, 2005 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar